Tate no Yuusha no Nariagari Chapter 12 Bahasa Indonesia
TNYNN Bab 12 – Apa yang menjadi milikmu adalah milikku
Saat sekitar tengah hari, aku membuka mata dan disana ada Raphtalia menungguku.
“Apakah kita akan ke kota kerajaan? Uhuk.”
“Ya.”
Dia batuk lagi.
Tanpa bicara aku serahkan obat biasa kepadanya dan Raphtalia mengambilnya sambil mengerutkan kening.
Setelah itu saatnya kami ke toko obat untuk berbisnis.
“Fumu... kualitas semua ini tidak buruk. Pahlawan-sama, apakah kau mengerti ilmu farmasi?”
Karena aku bukan orang asing lagi di toko ini, aku bisa melihat beberapa pembuatan obatnya.
“Tidak, pertama kali aku membuatnya kemarin. Dibandingkan menjual tanaman obat mentah, yang mana yang lebih menguntungkan?”
“Itu pertanyaan sulit. Walau tanaman obat lebih murah untuk digunakan, obat-obatan terkadang bisa menyelamatkan nyawa.”
Walau apoteker ini mengernyitkan dahi ketika melihat Raphtalia, tapi dari pengamatanku aku bisa tahu kalau dia tidak menggunakan tipuan murahan dan berbicara dengan jujur.
“Harga obat-obatan sedang naik pesat akhir-akhir ini karena ramalannya, jadi permintaan untuk mereka sedang sangat tinggi sekarang.”
“Fumu...”
Antara rugi karena gagal meracik obat-obatan untuk penjualan yang lebih baik, atau menjual bahan mentah kepada pembelinya langsung; masih menjadi perdebatan yang mana diantara kedua itu yang lebih menguntungkan.
Tapi, semua pasti ada baik dan buruknya. Tidak ada ruginya untuk terus mengumpulkan mereka.
“Hei, apakah itu artinya kau tidak akan datang kesini lagi?”
“... Bukannya sudah kubilang kalau untuk dua minggu kedepan, aku akan berjualan tanaman obat di sekitar kota.”
Apoteker itu mengerti jawabanku dan melihatku dengan ekspresi yang aneh sebelum tertawa.
Kemudian dia memberikanku peralatan bekas dan mengajariku bagaimana menggunakannya, mengambil tanaman obatku sebagai bayarannya dan tetap membeli obat dariku.
Aku menerima beberapa alat selain penumbuk obat.
Peralatan laboratorium seperti: alat pengukur, gelas kimia, dan penyuling.
Alat-alat ini bisa bertahan cukup lama sebelum aku harus membeli yang baru.
“Karena alat-alat bekas ini hanya berdiam saja di gudang, kau tidak akan tahu kapan mereka akan rusak.”
“Kurasa sudah cukup bagus untuk seorang pemula.”
Pokoknya, dengan ini aku bisa mencoba lebih banyak formula.
Aku hanya tinggal membuang kulit Balon ini.
Saat diperjalanan menuju pembeli Balon, aku melihat beberapa anak kecil dari sudut mataku.
Sepertinya kulit Balon yang pedagang itu beli digunakan sebagai bahan untuk membuat balon yang sebenarnya, yang bisa dijual. Anak-anak itu bermain dengan salah satunya seolah mereka bermain bola.
Raphtalia memperhatikan mereka dengan iri.
“Hei, apa itu?”
“Ya?”
Aku menunjuk bola yang anak-anak itu gunakan untuk bermain dan bertanya.
“Ah, itu salah satu contoh barang yang bisa kami buat menggunakan kulit Balonnya.”
“Begitu, kalau begitu kau bisa buatkan satu lagi menggunakan kulit yang akan kami jual ini?”
“Eh, yah... kalau kau memang mau.”
Kami berlanjut ke si pembeli untuk menjual barang-barang kami dan berhasil mendapatkan uang. Kemudian ia memberikanku salah satu bola yang terbuat dari kulit Balon itu.
“Ini.”
Aku lempar bola itu dan Raphtalia menangkapnya
Aku lempar bola itu dan Raphtalia menangkapnya.
Dengan mata lebar, Raphtalia bergantian melihat wajahku dan bola itu beberapa kali.
“Apa? Kau tidak mau?”
“U-un.”
Raphtalia tertawa dengan riang kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ia tertawa untuk pertama kalinya.
“Setelah kita selesai dengan urusan kita hari ini, kau bisa bermain dengan itu.”
“Un!”
Entah kenapa ia jadi begitu bersemangat. Ini hal yang bagus.
Karena bila Raphtalia bersemangat maka akan lebih menguntungkan bagiku.
Setelah itu kami kembali ke hutan, membasmi monster-monster dan mengumpulkan tanaman seperti kemarin.
Kami bisa masuk lebih dalam berkat pertahananku yang meningkat.
... Tampaknya ada sebuah desa kalau kami terus masuk ke hutan. Tapi, aku menolak untuk mengikuti saran wanita jalang itu.
Kami mendapatkan dan menemukan banyak hal. Kemungkinan besar karena kami mendekati daerah kaki gunung.
Oh? Kami bertemu dengan musuh baru.
Mahluk berbentuk telur.
Sepertinya mahluk ini satu jenis dengan Balon.
“Ini pertama kalinya kita melawan monster ini. Aku maju terlebih dahulu. Setelah aku beri aba-aba, langsung bunuh.”
“Un!”
Jawaban yang bagus.
Aku berlari kearah monster itu; ia juga menyadari keberadaanku dan menunjukkan taringnya kearahku.
Gan!
Tidak membuat luka. Tidak ada rasa sakit atau gatal sekalipun.
Pedang Raphtalia melaju dan dengan mudah menusuknya.
“Taha!”
Kami membasmi para monster dengan lebih bersemangat dibanding kemarin.
Seekor Eggy.
Satu lagi musuh yang muncul awal-awal.
Diikuti suara ‘parin’, Eggy itu hancur berkeping-keping dengan kuning telur yang berpencar kemana-mana ketika mati.
“Huek, menjijikan sekali!”
Apa cangkangnya bisa dijual? Sayang kalau dibuang.
Baunya busuk sekali jadi kurasa tidak mungkin bisa dimakan.
Aku menyerap potongan cangkangnya ke dalam perisai.
Karena sudah terbiasa, Raphtalia bisa menusuk si Eggy dengan mudah.
-Persyaratan untuk Egg Shield telah terpenuhi.
Egg Shield
-Kekuatan sejati terkunci . . . . . . Bonus perlengkapan: Kuliner 1
Bonus skill berdasarkan level lainnya.
Kali ini memasak, ya?
Kami terus berburu monster jenis ini dengan warna yang berbeda.
-Persyaratan untuk Blue Egg Shield telah terpenuhi.
-Persyaratan untuk Sky Egg Shield telah terpenuhi.
Blue Egg Shield
-Kekuatan sejati terkunci . . . . . . Bonus perlengkapan: Penilaian 1
Sky Egg Shield
-Kekuatan sejati terkunci . . . . . . Bonus perlengkapan: Resep Memasak untuk Pemula
Aneh, yang muncul hanya bonus skill akhir-akhir ini.
Apakah bergantung dengan jenis musuh yang kami kalahkan?
Yah, untuk saat ini aku cukup memanfaatkan skill mengumpulkan tanamanku terus.
Rasanya hari jadi lebih panjang ketika berada di atas gunung.
Tetap saja, aku sedikit khawatir dengan peralatan Raphtalia.
Berikut adalah hasil hari ini:
Aku, level 8
Raphtalia, level 7
Sial. Dia sudah hampir mengejarku.
Tidak diragukan lagi, ini pasti karena Raphtalia yang memberikan serangan terakhirnya.
Kruyuk...
“Aku lapar...”
Dengan wajah memelas, Raphtalia mengatakannya kepadaku.
“Kau benar, ayo pulang dan makan.”
Kami mengakhiri perjalanan kami dan kembali ke kota.
Setelah kembali, aku menjual cangkang Eggy yang terlihat tidak berguna untuk diracik.
Kami mendapatkan 9 koin silver, termasuk dengan yang kami jual pagi ini.
Memang diragukan kalau kami akan mendapatkan banyak dari menjual cangkang ini. Tapi, mereka berhasil terjual dengan harga yang ternyata tinggi.
Obat dan tanamannya juga memberikan harga yang bagus, membuatku mempertimbangkan kembali apa yang akan kami makan hari ini.
Yah, karena Raphtalia sudah kelaparan sambil memperhatikan kedai-kedai makanan daritadi...
Aku tidak ingin memanjakannya, tapi aku harus memberinya hadiah karena sudah bekerja keras. Jadi, kenapa tidak.
“Ayo mampir, hanya untuk hari ini.”
“Eh? Boleh kah?”
“Kau ingin makan disini, ‘kan?”
Raphtalia mengangguk dengan kencang setelah mendengar pertanyaanku.
Sekarang dia sudah mulai jujur.
“Uhuk...”
Dia batuk lagi.
Aku serahkan obat biasa kepadanya, kemudian aku memesan sesuatu yang kelihatan seperti tusukan kentang tumbuk di salah satu kedai.
“Ini, kau sudah bekerja dengan baik hari ini.”
Setelah meminum obatnya, dengan senang Raphtalia menerima tusukan yang kupegang dan memakannya dengan lahap.
“Terima kasih!”
“Y-ya...”
... Aku senang ia sudah menjadi begitu bersemangat.
Aku mencari penginapan murah di sekitar selagi makan dan berjalan.
“Kau ingin tidur disini malam ini?”
“Ya.”
Mendengar Raphtalia menangis sepanjang malam saja sudah cukup merepotkan, setidaknya aku tidak ingin ditambah dengan melawan Balon.
Kami pergi ke penginapan.
Saat masuk, penjaga penginapannya terlihat terkejut, tapi langsung mengembalikan senyum bisnisnya.
“Mungkin rekanku yang satu ini akan menangis saat malam, tidak apa ‘kan?”
Aku mengayunkan Balon yang tersimpan di dalam jubahku, mengancam orang yang ada di depan selagi bertanya.
“I-itu sedikit—— “
“Aku bisa mengandalkanmu, ‘kan? Akan aku pastikan tidak terlalu berisik.”
“B-baik.”
Semenjak tiba ke dunia ini, aku belajar kalau mengancam adalah bagian penting dalam bisnis.
Seluruh negeri sialan ini menjadikanku sebagai sasaran untuk dipermalukan; raja sialan itu bahkan tidak bisa membayangkan seberapa besar akibat perbuatannya yang ia perbuat padaku.
Tidak, bahkan kalaupun ia bisa, mungkin dia hanya akan bilang ‘yah, apa boleh buat’.
Benar-benar, semua orang elit di dunia paralel ini.
Aku membayar tagihannya kemudian menaruh tas kami di kamar yang kami pesan.
Mata Raphtalia berbinar saat melihat bolanya.
“Kembali sebelum larut malam. Lalu, sebisa mungkin tetap di dekat penginapan.”
“Baiiik!”
Ya ampun, dia benar-benar bertingkah seperti anak seusianya.
Demi-human sepertinya menjadi subjek cemoohan, tapi tidak akan jadi masalah kalau dia dipandang dan diperlakukan seperti petualang.
Memandang keluar jendela, aku bisa melihat Raphtalia bermain dengan bolanya. Kemudian aku melakukan sedikit penelitian tentang metode-metode peracikan.
Kira-kira... 20 menit telah berlalu.
Saat itu lah aku mendengar suara anak-anak yang berteriak dengan keras.
“Kenapa ada demi-human yang bermain di tempat kita!”
Apa itu tadi? Aku mengintip keluar jendela.
Bagaimanapun aku melihatnya, yang aku lihat memang lah beberapa bocah tengik yang menunjuk Raphtalia dan menganggunya.
Ya ampun, kemana pun kau pergi selalu saja ada jenis anak-anak seperti ini yang berkeliaran.
“Dia ini. Kau punya mainan yang bagus, jadi serahkan kepada kami.”
“Eh-, a-, itu...”
Raphtalia sepertinya sadar kalau demi-human dipandang rendah di masyarakat. Jadi perlakuan mereka sama sekali tidak asing baginya.
Haa...
Aku keluar dari kamar dan turun ke bawah.
“Kubilang serahkan itu.”
“J-jangan...”
Bocah-bocah sialan ini berniat menggunakan kekerasan selagi mengelilingi Raphtalia yang menolak dengan lemah.
“Berhenti sampai situ, bocah-bocah tengik.”
“Apa maumu, orang tua.”
Guh, orang tua katanya!
Terserah, tahun ini aku masih berumur 20 tahun dan aku tidak peduli standar usia di dunia ini.
Aku bahkan tidak peduli kalau aku ini seperti tua bangka untuk mereka.
“Apa alasan kalian meminta barang kepunyaan orang lain?”
“Hah? Itu bukan bolamu, ‘kan?”
“Itu punyaku. Aku meminjamkannya ke gadis ini. Jika kau mencuri bola itu darinya maka artinya kau mencurinya dariku.”
“Bicara apa kau ini, orang tua sialan.”
Haah... Sepertinya mereka tidak bisa mengerti hal semudah itu dengan darah mendidih di kepala mereka.
Walaupun ia cuma bocah, aku tidak berniat untuk memaafkannya. Mereka yang mencuri dari orang lain layak untuk dihukum.
“Baik baik, kalau begitu akan aku beri kalian bola yang lebih besar.”
Menyadari sikapku, Raphtalia menjerit kecil, menyuruh anak-anak yang terkejut itu.
“Lari!”
Tapi, bocah-bocah tengik itu memandangku dengan rendah.
Sambil tertawa dalam hati, aku mengeluarkan Balon yang sedang menggigiti lenganku.
Gabu!
“Sakiiiiiiiiiiiiiiiittttttttttt!”
Balon itu langsung mendatangi bocah itu dan menggigit bokongnya.
“Jadi bocah, itu baru bola yang sebenarnya, kalian juga mau?”
“Aauuww!”
“Itu tidak lucu. Bodoh!”
“Mati! Bodoh!”
“Kutendang juga pantatmu, bocah tengik!”
Aku berbalik menuju penginapan sambil bocah-bocah itu kabur dan mengata-ngataiku.
“A-anu...”
Raphtalia menggenggam jubahku.
“Oi, di situ masih ada Balon.”
Raphtalia yang ketakutan buru-buru melepaskan tangannya, dia yang terlihat kaku membuatku tertawa.
“Terima kasih.”
Bicara apa kau ini.
“Ya...”
Sambil mengelus kepala Raphtalia, kami berdua kembali ke penginapan.
sumber : www.baka-tsuki.org
Saat sekitar tengah hari, aku membuka mata dan disana ada Raphtalia menungguku.
“Apakah kita akan ke kota kerajaan? Uhuk.”
“Ya.”
Dia batuk lagi.
Tanpa bicara aku serahkan obat biasa kepadanya dan Raphtalia mengambilnya sambil mengerutkan kening.
Setelah itu saatnya kami ke toko obat untuk berbisnis.
“Fumu... kualitas semua ini tidak buruk. Pahlawan-sama, apakah kau mengerti ilmu farmasi?”
Karena aku bukan orang asing lagi di toko ini, aku bisa melihat beberapa pembuatan obatnya.
“Tidak, pertama kali aku membuatnya kemarin. Dibandingkan menjual tanaman obat mentah, yang mana yang lebih menguntungkan?”
“Itu pertanyaan sulit. Walau tanaman obat lebih murah untuk digunakan, obat-obatan terkadang bisa menyelamatkan nyawa.”
Walau apoteker ini mengernyitkan dahi ketika melihat Raphtalia, tapi dari pengamatanku aku bisa tahu kalau dia tidak menggunakan tipuan murahan dan berbicara dengan jujur.
“Harga obat-obatan sedang naik pesat akhir-akhir ini karena ramalannya, jadi permintaan untuk mereka sedang sangat tinggi sekarang.”
“Fumu...”
Antara rugi karena gagal meracik obat-obatan untuk penjualan yang lebih baik, atau menjual bahan mentah kepada pembelinya langsung; masih menjadi perdebatan yang mana diantara kedua itu yang lebih menguntungkan.
Tapi, semua pasti ada baik dan buruknya. Tidak ada ruginya untuk terus mengumpulkan mereka.
“Hei, apakah itu artinya kau tidak akan datang kesini lagi?”
“... Bukannya sudah kubilang kalau untuk dua minggu kedepan, aku akan berjualan tanaman obat di sekitar kota.”
Apoteker itu mengerti jawabanku dan melihatku dengan ekspresi yang aneh sebelum tertawa.
Kemudian dia memberikanku peralatan bekas dan mengajariku bagaimana menggunakannya, mengambil tanaman obatku sebagai bayarannya dan tetap membeli obat dariku.
Aku menerima beberapa alat selain penumbuk obat.
Peralatan laboratorium seperti: alat pengukur, gelas kimia, dan penyuling.
Alat-alat ini bisa bertahan cukup lama sebelum aku harus membeli yang baru.
“Karena alat-alat bekas ini hanya berdiam saja di gudang, kau tidak akan tahu kapan mereka akan rusak.”
“Kurasa sudah cukup bagus untuk seorang pemula.”
Pokoknya, dengan ini aku bisa mencoba lebih banyak formula.
Aku hanya tinggal membuang kulit Balon ini.
Saat diperjalanan menuju pembeli Balon, aku melihat beberapa anak kecil dari sudut mataku.
Sepertinya kulit Balon yang pedagang itu beli digunakan sebagai bahan untuk membuat balon yang sebenarnya, yang bisa dijual. Anak-anak itu bermain dengan salah satunya seolah mereka bermain bola.
Raphtalia memperhatikan mereka dengan iri.
“Hei, apa itu?”
“Ya?”
Aku menunjuk bola yang anak-anak itu gunakan untuk bermain dan bertanya.
“Ah, itu salah satu contoh barang yang bisa kami buat menggunakan kulit Balonnya.”
“Begitu, kalau begitu kau bisa buatkan satu lagi menggunakan kulit yang akan kami jual ini?”
“Eh, yah... kalau kau memang mau.”
Kami berlanjut ke si pembeli untuk menjual barang-barang kami dan berhasil mendapatkan uang. Kemudian ia memberikanku salah satu bola yang terbuat dari kulit Balon itu.
“Ini.”
Aku lempar bola itu dan Raphtalia menangkapnya
Aku lempar bola itu dan Raphtalia menangkapnya.
Dengan mata lebar, Raphtalia bergantian melihat wajahku dan bola itu beberapa kali.
“Apa? Kau tidak mau?”
“U-un.”
Raphtalia tertawa dengan riang kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ia tertawa untuk pertama kalinya.
“Setelah kita selesai dengan urusan kita hari ini, kau bisa bermain dengan itu.”
“Un!”
Entah kenapa ia jadi begitu bersemangat. Ini hal yang bagus.
Karena bila Raphtalia bersemangat maka akan lebih menguntungkan bagiku.
Setelah itu kami kembali ke hutan, membasmi monster-monster dan mengumpulkan tanaman seperti kemarin.
Kami bisa masuk lebih dalam berkat pertahananku yang meningkat.
... Tampaknya ada sebuah desa kalau kami terus masuk ke hutan. Tapi, aku menolak untuk mengikuti saran wanita jalang itu.
Kami mendapatkan dan menemukan banyak hal. Kemungkinan besar karena kami mendekati daerah kaki gunung.
Oh? Kami bertemu dengan musuh baru.
Mahluk berbentuk telur.
Sepertinya mahluk ini satu jenis dengan Balon.
“Ini pertama kalinya kita melawan monster ini. Aku maju terlebih dahulu. Setelah aku beri aba-aba, langsung bunuh.”
“Un!”
Jawaban yang bagus.
Aku berlari kearah monster itu; ia juga menyadari keberadaanku dan menunjukkan taringnya kearahku.
Gan!
Tidak membuat luka. Tidak ada rasa sakit atau gatal sekalipun.
Pedang Raphtalia melaju dan dengan mudah menusuknya.
“Taha!”
Kami membasmi para monster dengan lebih bersemangat dibanding kemarin.
Seekor Eggy.
Satu lagi musuh yang muncul awal-awal.
Diikuti suara ‘parin’, Eggy itu hancur berkeping-keping dengan kuning telur yang berpencar kemana-mana ketika mati.
“Huek, menjijikan sekali!”
Apa cangkangnya bisa dijual? Sayang kalau dibuang.
Baunya busuk sekali jadi kurasa tidak mungkin bisa dimakan.
Aku menyerap potongan cangkangnya ke dalam perisai.
Karena sudah terbiasa, Raphtalia bisa menusuk si Eggy dengan mudah.
-Persyaratan untuk Egg Shield telah terpenuhi.
Egg Shield
-Kekuatan sejati terkunci . . . . . . Bonus perlengkapan: Kuliner 1
Bonus skill berdasarkan level lainnya.
Kali ini memasak, ya?
Kami terus berburu monster jenis ini dengan warna yang berbeda.
-Persyaratan untuk Blue Egg Shield telah terpenuhi.
-Persyaratan untuk Sky Egg Shield telah terpenuhi.
Blue Egg Shield
-Kekuatan sejati terkunci . . . . . . Bonus perlengkapan: Penilaian 1
Sky Egg Shield
-Kekuatan sejati terkunci . . . . . . Bonus perlengkapan: Resep Memasak untuk Pemula
Aneh, yang muncul hanya bonus skill akhir-akhir ini.
Apakah bergantung dengan jenis musuh yang kami kalahkan?
Yah, untuk saat ini aku cukup memanfaatkan skill mengumpulkan tanamanku terus.
Rasanya hari jadi lebih panjang ketika berada di atas gunung.
Tetap saja, aku sedikit khawatir dengan peralatan Raphtalia.
Berikut adalah hasil hari ini:
Aku, level 8
Raphtalia, level 7
Sial. Dia sudah hampir mengejarku.
Tidak diragukan lagi, ini pasti karena Raphtalia yang memberikan serangan terakhirnya.
Kruyuk...
“Aku lapar...”
Dengan wajah memelas, Raphtalia mengatakannya kepadaku.
“Kau benar, ayo pulang dan makan.”
Kami mengakhiri perjalanan kami dan kembali ke kota.
Setelah kembali, aku menjual cangkang Eggy yang terlihat tidak berguna untuk diracik.
Kami mendapatkan 9 koin silver, termasuk dengan yang kami jual pagi ini.
Memang diragukan kalau kami akan mendapatkan banyak dari menjual cangkang ini. Tapi, mereka berhasil terjual dengan harga yang ternyata tinggi.
Obat dan tanamannya juga memberikan harga yang bagus, membuatku mempertimbangkan kembali apa yang akan kami makan hari ini.
Yah, karena Raphtalia sudah kelaparan sambil memperhatikan kedai-kedai makanan daritadi...
Aku tidak ingin memanjakannya, tapi aku harus memberinya hadiah karena sudah bekerja keras. Jadi, kenapa tidak.
“Ayo mampir, hanya untuk hari ini.”
“Eh? Boleh kah?”
“Kau ingin makan disini, ‘kan?”
Raphtalia mengangguk dengan kencang setelah mendengar pertanyaanku.
Sekarang dia sudah mulai jujur.
“Uhuk...”
Dia batuk lagi.
Aku serahkan obat biasa kepadanya, kemudian aku memesan sesuatu yang kelihatan seperti tusukan kentang tumbuk di salah satu kedai.
“Ini, kau sudah bekerja dengan baik hari ini.”
Setelah meminum obatnya, dengan senang Raphtalia menerima tusukan yang kupegang dan memakannya dengan lahap.
“Terima kasih!”
“Y-ya...”
... Aku senang ia sudah menjadi begitu bersemangat.
Aku mencari penginapan murah di sekitar selagi makan dan berjalan.
“Kau ingin tidur disini malam ini?”
“Ya.”
Mendengar Raphtalia menangis sepanjang malam saja sudah cukup merepotkan, setidaknya aku tidak ingin ditambah dengan melawan Balon.
Kami pergi ke penginapan.
Saat masuk, penjaga penginapannya terlihat terkejut, tapi langsung mengembalikan senyum bisnisnya.
“Mungkin rekanku yang satu ini akan menangis saat malam, tidak apa ‘kan?”
Aku mengayunkan Balon yang tersimpan di dalam jubahku, mengancam orang yang ada di depan selagi bertanya.
“I-itu sedikit—— “
“Aku bisa mengandalkanmu, ‘kan? Akan aku pastikan tidak terlalu berisik.”
“B-baik.”
Semenjak tiba ke dunia ini, aku belajar kalau mengancam adalah bagian penting dalam bisnis.
Seluruh negeri sialan ini menjadikanku sebagai sasaran untuk dipermalukan; raja sialan itu bahkan tidak bisa membayangkan seberapa besar akibat perbuatannya yang ia perbuat padaku.
Tidak, bahkan kalaupun ia bisa, mungkin dia hanya akan bilang ‘yah, apa boleh buat’.
Benar-benar, semua orang elit di dunia paralel ini.
Aku membayar tagihannya kemudian menaruh tas kami di kamar yang kami pesan.
Mata Raphtalia berbinar saat melihat bolanya.
“Kembali sebelum larut malam. Lalu, sebisa mungkin tetap di dekat penginapan.”
“Baiiik!”
Ya ampun, dia benar-benar bertingkah seperti anak seusianya.
Demi-human sepertinya menjadi subjek cemoohan, tapi tidak akan jadi masalah kalau dia dipandang dan diperlakukan seperti petualang.
Memandang keluar jendela, aku bisa melihat Raphtalia bermain dengan bolanya. Kemudian aku melakukan sedikit penelitian tentang metode-metode peracikan.
Kira-kira... 20 menit telah berlalu.
Saat itu lah aku mendengar suara anak-anak yang berteriak dengan keras.
“Kenapa ada demi-human yang bermain di tempat kita!”
Apa itu tadi? Aku mengintip keluar jendela.
Bagaimanapun aku melihatnya, yang aku lihat memang lah beberapa bocah tengik yang menunjuk Raphtalia dan menganggunya.
Ya ampun, kemana pun kau pergi selalu saja ada jenis anak-anak seperti ini yang berkeliaran.
“Dia ini. Kau punya mainan yang bagus, jadi serahkan kepada kami.”
“Eh-, a-, itu...”
Raphtalia sepertinya sadar kalau demi-human dipandang rendah di masyarakat. Jadi perlakuan mereka sama sekali tidak asing baginya.
Haa...
Aku keluar dari kamar dan turun ke bawah.
“Kubilang serahkan itu.”
“J-jangan...”
Bocah-bocah sialan ini berniat menggunakan kekerasan selagi mengelilingi Raphtalia yang menolak dengan lemah.
“Berhenti sampai situ, bocah-bocah tengik.”
“Apa maumu, orang tua.”
Guh, orang tua katanya!
Terserah, tahun ini aku masih berumur 20 tahun dan aku tidak peduli standar usia di dunia ini.
Aku bahkan tidak peduli kalau aku ini seperti tua bangka untuk mereka.
“Apa alasan kalian meminta barang kepunyaan orang lain?”
“Hah? Itu bukan bolamu, ‘kan?”
“Itu punyaku. Aku meminjamkannya ke gadis ini. Jika kau mencuri bola itu darinya maka artinya kau mencurinya dariku.”
“Bicara apa kau ini, orang tua sialan.”
Haah... Sepertinya mereka tidak bisa mengerti hal semudah itu dengan darah mendidih di kepala mereka.
Walaupun ia cuma bocah, aku tidak berniat untuk memaafkannya. Mereka yang mencuri dari orang lain layak untuk dihukum.
“Baik baik, kalau begitu akan aku beri kalian bola yang lebih besar.”
Menyadari sikapku, Raphtalia menjerit kecil, menyuruh anak-anak yang terkejut itu.
“Lari!”
Tapi, bocah-bocah tengik itu memandangku dengan rendah.
Sambil tertawa dalam hati, aku mengeluarkan Balon yang sedang menggigiti lenganku.
Gabu!
“Sakiiiiiiiiiiiiiiiittttttttttt!”
Balon itu langsung mendatangi bocah itu dan menggigit bokongnya.
“Jadi bocah, itu baru bola yang sebenarnya, kalian juga mau?”
“Aauuww!”
“Itu tidak lucu. Bodoh!”
“Mati! Bodoh!”
“Kutendang juga pantatmu, bocah tengik!”
Aku berbalik menuju penginapan sambil bocah-bocah itu kabur dan mengata-ngataiku.
“A-anu...”
Raphtalia menggenggam jubahku.
“Oi, di situ masih ada Balon.”
Raphtalia yang ketakutan buru-buru melepaskan tangannya, dia yang terlihat kaku membuatku tertawa.
“Terima kasih.”
Bicara apa kau ini.
“Ya...”
Sambil mengelus kepala Raphtalia, kami berdua kembali ke penginapan.
sumber : www.baka-tsuki.org